STUDI KASUS: Mengulas Kandasnya Hubungan Dilan dan Milea dalam Film "Dilan 1991" Berdasarkan Perspektik Ilmu Komunikasi

Mengulas Kandasnya Hubungan Dilan dan Milea dalam Film "Dilan 1991" Berdasarkan Perspektik Ilmu Komunikasi



Film bergenre romansa "Dilan 1991" yang tayang pada tahun 2019 lalu berkisah mengenai lanjutan perjalanan hubungan antara tokoh Dilan  dan Milea pada film sebelumnya (Dilan 1990). Di film ini digambarkan kisah Dilan yang  terancam dikeluarkan dari sekolah akibat perkelahiannya di geng motor yang diikuti.  Imbasnya, Milea yang sebagai pacar Dilan di film ini merasa khawatir dengan masa depan  Dilan jika ia terus-terusan terlibat dalam masalah. Sebagai pacarnya, Milea merasa berhak  melarang Dilan untuk terlibat dalam geng motor.  

Karena Milea yang sudah putus asa pada Dilan yang keras kepala, akhirnya ia meminta  Dilan berhenti dari geng motor atau hubungan mereka berakhir. Namun, Dilan tetaplah  Dilan, seorang laki-laki yang akan selalu terlibat masalah dan memiliki harga diri serta ego  yang tinggi. Sehingga pada akhirnya, Dilan lebih memilih diam dan meninggalkan Milea.  Yang berujung kandasnya hubungan mereka berdua yang awalnya rukun sejak film  pertama.  

Dilihat dari perspektif komunikasi, khususnya dalam hal landasan komunikasi, konflik  yang terjadi di antara tokoh Dilan dan Milea dalam film ini menggambarkan realitas  hubungan yang ada di kehidupan nyata. Dilan sebagai anak geng motor yang apa adanya  namun idealis. Sementara Milea mewakili remaja kebanyakan yang menginginkan hidup  yang “baik-baik” saja. Itulah yang menjadi sumber konflik, di satu sisi ia tertarik pada  sosok laki-laki yang tidak biasa, tetapi pada saat bersamaan, ia juga ingin laki-laki itu  menjadi sosok yang biasa, dalam arti anak baik-baik pada umumnya. 

Di sinilah kemudian konflik itu muncul. Kegagalan membangun iklim komunikasi  yang baik diantara mereka berdua terjadi. Baik Dilan dan Milea gagal menunjukkan bentuk  perasaan baik secara verbal dan nonverbal. Saat momen bersitenggang, ketika mereka akan  putus, mereka berdua sama-sama telalu menjaga ego dan harga diri. Meski sebenarnya 

sama-sama tak ingin berpisah, tapi komukasi itu gagal dilakukan. Milea yang salah  mengungkapkan emosi khawatir dengan bentuk marah bahkan mengancam pasangan.  Sedangkan Dilan yang malah diam tak mengungkapkan apa-apa untuk meredakan  ketegangan. 

Padahal jika ditilik, kedua pasangan ini telah melakukan banyak satysfying personal  relationships dalam bentuk investment selama hubungan mereka terjalin. Baik Dilan dan  Milea, telah banyak menginvestasikan waktu, energi, pikiran, dan perasaan masing-masing  dalam interaksi hubungan mereka.  

Lalu mengapa hubungan mereka tetap kandas meski telah banyak investasi yang  dilakukan? Jawabannya adalah karena kurangnya komitmen dan kepercayaan. 

Komitmen adalah keputusan untuk tetap menjalin hubungan. Menurut (Etcheverry &  Le) komitmen itu didefinisikan sebagai keputusan, bukan perasaan. Ciri khas dari  komitmen adalah niat untuk berbagi masa depan. Namun kenyataannya sebagai tokoh  Dilan dan Milea, komitmen yang mereka bangun ternyata belum terlalu kuat. Segala  keputusan yang berimbas putusnya hubungan mereka ditentukan oleh perasaan pribadi  masing-masing. Bukan sebagai keputusan sehat bersama. Milea dengan kenaifannya dan  Dilan dengan keteguhannya. 

Landasan selanjutnya adalah kepercayaan dan pengungkapan diri. Milea tidak bisa  mempercayai Dilan sepenuhnya. Ia merasa Dilan tidak bisa berpikir jernih dan harus  mengikuti keputusannya. Sedang Dilan sendiri gagal untuk mengungkapkan dirinya  dengan baik pada pasangan. Padahal, saling keterbukaan dalam sebuah hubungan adalah  sesuatu yang amat penting. 

Selain itu, dalam kisah Dilan dan Milea yang baru menjalin hubungan ini juga terdapat  kegagalan adaptasi lingkungan baru. Sebagai seorang pasangan, maka kita harus belajar  beradaptasi dengan sifat pasanagan yang mungkin berbeda ketika masa pendekatan. Kita  harus belajar berkompromi dengan value-value yang berbeda dan berusaha mencari jalan  ke luar saat menemui ketidaksepahaman dengan cara berkomunikasi. Agar akhirnya 

hubungannya dapat terjalin kuat dan tidak malah berpisah ketika menemui konflik.  Sebagaimana perpisahan Dilan-Milea yang tergambar dengan jelas harus kandas hanya  karena emosi labil remaja dan gengsi semata, yang berujung penyesalan.

Lebih lanjut, dalam hubungan yang terjalin antara Dilan-Milea, dapat kita lihat juga  terdapat kebingungan keadaan antara otonomi dan koneksi didalamnya. Di sisi lain ada  Dilan yang tidak mau Milea sebagai pasangannya melarang aktivitas/kegemaran yang ia  ikuti. Namun di sisi lain ia juga berat untuk berpisah dengan Milea.  

Namun sayangnya, negoisasi ketegangan dalam hubungan untuk menyelesaikan  konflik yang terjadi ini tidak terjadi dengan baik. Dilan dan Milea sama-sama gagal  menangani ketegangan yang muncul. Mereka berdua tidak mampu melakukan  netralisasi/negoisasi, berpikir kembali, dan menurunkan harga diri masing-masing dalam  hubungan. Yang akhirnya harus berujung perpisahan secara tidak baik-baik karena  kurangnya komunikasi. 

Maka di sinilah dapat kita ambil hikmah, bagaimana pentinya membangun iklim  komunikasi dalam hubungan. Bagaimana menggunakan komunikasi secara aktif untuk  membangun suasana yang damai. Kita harus mengkomunikasikan segala sesuatu secara  suportif dan menghormati prioritas masing-masing pasangan. Karena masing masing  manusia memiliki kebutuhan yang berbeda, maka komunikasi penting dilakukan agar bisa  tetap saling menghormati kebutuhan satu sama lain.  

Selain itu, menerima dan yakin terhadap orang lain memang hal sulit untuk dilakukan  karena terkadang kita susah untuk saling setuju dengan orang lain atau tidak menyukai hal  hal tertentu yang mereka lakukan. Oleh karena itu kejujuran dan keterbukaan sangat  berperan penting. Kita harus mengungkapkan keraguan-keraguan yang terjadi satu sama  lain. Intinya adalah saling berkomunikasi dan terbuka satu sama lain. Agar tidak ada  penyesalan dalam hubungan antarpribadi di kemudian hari.


Komentar