OPINI: Budaya Masyarakat Maya Yang Semakin Jauh Dari Dunia Nyata

 “BUDAYA MASYARAKAT MAYA YANG SEMAKIN JAUH DARI DUNIA NYATA”

Di era yang semakin maju sekarang, tentu manusia dan kebudayaan di dalamnya juga turut berubah agar bisa terus ikut beradaptasi dengan perubahan zaman yang ada. Termasuk juga dalam bidang teknologi. Era yang serba digital memudahkan siapa saja dan kapan saja untuk mengakses informasi secara bebas di internet. Hal ini kemudian menimbulkan berbagai realita baru yang terjadi sebab kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya ialah, lahirnya komunitas baru berupa masyarakat dunia maya atau yang sering juga disebut sebagai netizen/warganet.

Masyarakat dunia maya (cyberspace community) ialah suatu keadaan masyarakat dimana kehidupan sosial terjadi melalui dunia virtual yang dibangun melalui jaringan komputer namun tetap  terhubung dan memiliki kehidupan sosial serta tatanannya tersendiri. Masyarakat dunia maya ini, menjadikan kegiatan produksi dan distribusi informasi menjadi kegiatan utama. Hal ini merupkan salah satu penyebab dan akibat struktur dari adanya teknologi komunikasi.

Banyak kita dengar anggapan negatif terhadap komunitas dunia maya di masa sekarang. apalagi di era industri yang menuju 5.0 kini yang semakin membebaskan dan memudahkan akses teknologi dan internet, membuat siapa saja mudah menari-nari dalam dunia digital, seperti dalam media sosial contohnya. Namun sayangnya kemudahan dan kecanggihan ini tidak dimanfaatkan dengan semestinya oleh masyarakat luas. Muncul berbagai budaya maya baru yang cenderung banyak mengarah pada arah negatif dalam kehidupan masyarakat dunia maya di internet.

Salah satu contohnya, dengan dapatnya mneyembunyikan identintas di internet dan tidak perlu bertatap muka secara langsung dengan orang lain, banyak orang yang menunjukkan sifat berbeda daripada dengan perilakunya saat di dunia nyata. Mereka cenderung berani arogan tidak segan melakukan perundungan secara online saat di dunia maya. Kata-kata pedas dan menyakitkan mudah saja disebarkan dengan dalih ‘kebebasan berpendapat’ dan ‘salahnya siapa main sosmed’. Hasil riset Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sendiri menyatakan ada sekitar 49 persen masyarakat di Indonesia yang mengatakan pernah mengalami perilaku perundungan di media sosial. Angka ini tentu merupakan makna yang besar mengenai keadaan masyarakat dunia maya di zaman sekarang.

Namun, tentu anggapan keliru mengenai dunia maya ini perlu tetap dirubah. Hanya karena tidak bertatap muka dan bersosialisasi secara langsung dengan orang lain, budaya dan sikap sopan santun juga perlu tetap dipegang oleh setiap individu. Melumrahkan sosial media sebagai tempat untuk menyampaikan negatif campaign adalah anggapan yang amat keliru. Baik di dunia nyata atauun dunia maya, komentar buruk terhadap orang lain yagn tidak membangun namun justru tambah menjatuhkan adalah perbuatan yang salah. Mau kita berstatus sebagai masyarakat di dunia nyata ataupun saat menjadi masyarakat dunia maya ketika bermain internet pun, nilai moral juga harus dipegang sebagai pedoman setiap individu masyarakat dalam bersosial.

Tidak hanya melakukan komunikasi secara tidak buruk terhadap individu, bahkan fenomena hoax atau berita palsu yang dibagikan untuk masyarakat banyak juga semakin berkembang dalam dunia maya saat ini. Hoax bahkan sudah dianggap menjadi  suatu budaya dari lahirnya dunia digital.  Mulai dari media berita di website, media sosial seperti facebook, instagram, twitter, sampai dengan pesan berantai dalam grup chatting Whatsapp, berita hoax sudah seperti makanan sehari-hari yang selalu tetap tersebar dimana-mana. Bahkan dilansir dari data Data Kemenkominfo sendiri, menyatakan  bahwa ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu setiap harinya.

Padahal, baik saat di dunia nyata ataupun dunia maya, norma dan etika tentu tetap berlaku. Menyebarkan berita bohong apalagi menjadi pelaku pembuatnya sama-sama bisa dikenai hukum yang nyata. Meski di dunia maya, masyarakat dunia maya seharusnya sadar, regulasi lalu lintas komunikasi juga tetap ada. Fenomena berita bohong (hoax), merupakan dampak dari kebebasan tanpa batas di dunia maya, dengan beragam kepentingan. Jika tidak ditangani dengan serius, Hoax bisa menjadi fenomena biasa dan dianggap sebagai realitas sosial jika tidak ditindak berdasarkan regulasi pemerintah yang tepat dan tegas. Bahkan dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas di 14 kota besar di Indonesia pada bulan Januari 2017, menyatakan sebanyak 56,8 persen responden menilai berita tidak benar dalam media sosial dan internet sangat berpengaruh dalam memecah belah ikatan sosial masyarakat dan 28,9 persen responden menilai cukup berpengaruh. Tentu hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa disikapi biasa. Perlu ditindak tegas serta tentunya kesadaran diri masing-masing bagi setiap orang yang mengaku masyarakat dunia maya yang cerdas dan bijak.

Dari sedikit contoh-contoh budaya negatif dalam masyarakat dunia  maya di atas, dapat kita sadari bahwa meski hanya bersosialisasi secara online, namun etika dalam dunia digital harus tetap ada. Karena setiap manusia tentu ingin diperlakukan sebagai manusia yang baik oleh yang lainnya di manapun dan lewat apapun itu. Meski dalam dunia virtual, ada etika tak tertulis yang harus dijalankan oleh semua orang yang ikut menjadi masyarakat dunia maya. Khususnya sebagai masyarakat Indonesia sendiri yang terkenal dibilang ramah di dunia nyata, perilaku dan kebiasaan baik seperti ini tentu perlu tetap kita bawa saat di dunia maya pula. Beda dunia tatap muka dan virtual bukan berarti kita bisa menjadi orang yang berbeda pula kemudian. Baik di depan namun garang di belakang. Akan lebih baik dimanapun itu, sebagai individu yang bijak, sikap baik tetap kita terapkan dimanapun kita berada. Baik saat sebagai masyarakat di dunia nyata maupun sebagai masyarakat dunia maya.


Komentar